Wednesday, May 9, 2012

Sekilas Tentang Penyakit Jantung

Sekilas Tentang Penyakit Jantung. Sahabat Info Sinta, Penyakit jantung pada manusia lanjutusia mempunyai penyebab yang multifaktorial yang saling tumpang tindih.  Untuk itu kita harus terlebih dahulu memahami mengenai konsep Faktor Resiko dan Penyakit Degeneratif.  Faktor resiko adalah suatu kebiasaan, kelainan dan faktor lain yang bila ditemukan/dimiliki seseorang akan menyebabkan orang tersebut secara bermakna lebih berpeluang menderita penyakit degeneratif tertentu.  
baca Juga

Penyakit degeneratif adalah suatu penyakit yang mempunyai penyebab dan selalu berhubungan dengan satu faktor resiko atau lebih, dimana faktor-faktor resiko tersebut bekerja sama menimbulkan penyakit degeneratif itu.  Penyakit degeneratif itu sendiri dapat menjadi faktor resiko untuk penyakit degeneratif lain. Misalnya: penyakit jantung dan hipertensi merupakan faktor resiko stroke.

Epidemiologi    

Gagal jantung adalah merupakan suatu sindrom, bukan diagnosa penyakit.  Sindrom gagal jantung kongestif (Chronic Heart Failure/ CHF) juga mempunyai prevalensi yang cukup tinggi pada lansia dengan prognosis yang buruk.  Prevalensi CHF adalah tergantung umur/age-dependent.  Menurut penelitian, gagal jantung jarang pada usia di bawah 45 tahun, tapi menanjak tajam pada usia 75 – 84 tahun.

Dengan semakin meningkatnya angka harapan hidup, akan didapati prevalensi dari CHF yang meningkat juga.  Hal ini dikarenakan semakin banyaknya lansia yang mempunyai hipertensi akan mungkin akan berakhir dengan CHF.  Selain itu semakin membaiknya angka keselamatan (survival) post-infark pada usia pertengahan, menyebabkan meningkatnya jumlah lansia dengan resiko mengalami CHF. 


Etiologi dan Patofisiologi
CHF terjadi ketika jantung tidak lagi kuat untuk memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan. Fungsi sitolik jantung ditentukan oleh empat determinan utama, yaitu: kontraktilitas miokardium, preload ventrikel (volume akhir diastolik dan resultan panjang serabut ventrikel sebelum berkontraksi), afterload kearah ventrikel, dan frekuensi denyut jantung.

Terdapat 4 perubahan yang berpengaruh langsung pada kapasitas curah jantung dalam menghadapi beban :
  • Menurunnya respons terhadap stimulasi beta adrenergik akibat bertambahnya usia.  Etiologi belum diketahui pasti.  Akibatnya adalah denyut jantung menurun dan kontraktilitas terbatas saat menghadapi beban.
  • Dinding pembuluh darah menjadi lebih kaku pada usia lanjut karena bertambahnya jaringan ikat kolagen pada tunika media dan adventisia arteri sedang dan besar. Akibatnya tahanan pembuluh darah (impedance) meningkat, yaitu afterload meningkat karena itu sering terjadi hipertensi sistolik terisolasi.
  • Selain itu terjadi kekakuan pada jantung sehingga compliance jantung berkurang. Beberapa faktor penyebabnya: jaringan ikat interstitial meningkat, hipertrofi miosit kompensatoris karena banyak sel yang apoptosis (mati) dan relaksasi miosit terlambat karena gangguan pembebasan ion non-kalsium.
  • Metabolisme energi di mitokondria berubah pada usia lanjut.
Keempat faktor ini pada usia lanjut akan mengubah struktur, fungsi, fisiologi bersama-sama menurunkan cadangan kardiovaskular dan meningkatkan terjadinya gagal jantung pada usia lanjut.
Penyebab yang sering adalah menurunnya kontraktilitas miokard akibat Penyakit Jantung Koroner, Kardiomiopati, beban kerja jantung yang meningkat seperti pada penyakit stenosis aorta atau hipertensi, kelainan katup seperti regurfitasi mitral.

Penyebab
Frekuensi relatif
Kardiomiopati dilated / tidak  diketahui
45%
Penyakit Jantung Iskemik
40%
Kelainan katup
9%
Hipertensi
6%

Sumber :  Cardiology and Respiratory Medicine 2001

Selain itu ada pula faktor presipitasi lain yang dapat memicu terjadinya gagal jantung, yaitu :
  • Kelebihan Na dalam makanan
  • Kelebihan intake cairan
  • Tidak patuh minum obat
  • Iatrogenic  volume overload
  • Aritmia : flutter, aritmia ventrikel
  • Obat-obatan: alkohol, antagonis kalsium, beta bloker
  • Sepsis, hiper/hipotiroid, anemia, gagal ginjal, defisiensi vitamin B, emboli paru.
Diagnosis

Untuk menentukan diagnosa dari CHF pada lansia cukup sulit.  Gejala yang ada tidaklah khas.  Gejala-gejala seperti sesak nafas saat beraktivitas atau cepat lelah seringkali dianggap sebagai salah satu akibat proses menua atau dianggap sebagai akibat dari penyakit penyerta lainnya seperti penyakit paru, kelainan fungsi tiroid, anemia, depresi, dll.

Pada usia lanjut, seringkali disfungsi diastolik diperberat oleh PJK.  Iskemia miokard dapat menyebabkan kenaikan tekanan pengisian ke dalam ventrikel kiri dan juga tekanan vena pulmonalis yang meningkat, sehingga mudah terjadi udem paru dan keluhan sesak nafas.
Gejala yang sering ditemukan adalah sesak nafas, orthopnea, paroksismal nokturnal dispnea, edema perifer, fatique, penurunan kemampuan beraktivitas serta batuk dengan sputum jernih.  Sering juga didapatkan kelemahan fisik, anorexia, jatuh dan konfusi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nilai JVP (Jugularis Venous Pressure) meninggi.  Sering juga terdapat bunyi jantung III, pitting udem,  fibrilasi atrial, bising sistolik akibat regurgitasi mitral serta ronkhi paru.
CHF menurut New York Heart Assosiation dibagi menjadi :
  • Grade 1 :  Penurunan fungsi ventrikel kiri tanpa gejala.
  • Grade 2 :  Sesak nafas saat aktivitas berat
  • Grade 3 :  Sesak nafas saat aktivitas sehari-hari.
  • Grade 4 :  Sesak nafas saat sedang istirahat.

Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan :
  • Pemeriksaan Rontgen thorax
Nilai besar jantung, ada/tidaknya edema paru dan efusi pleura.  Tapi banyak juga pasien CHF tanpa disertai kardiomegali.
  • Pemeriksaan EKG
Nilai ritmenya, apakah ada tanda dari strain ventrikel kiri, bekas infark miokard dan bundle branch block (Disfungsi ventrikel kiri jarang ditemukan bila pada EKG sadapan a-12 normal).
  • Echocardiography
Mungkin menunjukkan adanya penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri, pembesaran ventrikel dan abnormalitas katup mitral.
Penatalaksanaan
Gagal jantung dengan disfungsi sistolik

Pada umumnya obat-obatan yang efektif mengatasi gagal jantung menunjukkan manfaat untuk mengatasi disfungsi sistolik.  Gangguan fungsi sistolik ventrikel kiri hampir selalu disertai adanya aktivitas sistem neuro-endokrin, karena itu salah satu obat pilihan utama adalah ACE Inhibitor.

ACE Inhibitor, disamping dapat mengatasi gangguan neurohumoral pada gagal jantung, dapat juga memperbaiki toleransi kerja fisik yang tampak jelas sesudah 3-6 bulan pengobatan.  Dari golongan ACE-I, Kaptopril merupakan obat pilihan karena tidak menyebabkan hipotensi berkepanjangan dan tidak terlalu banyak mengganggu faal ginjal pada kasus gagal jantung.  Kontraindikasinya adalah disfungsi ginjal berat dan bila ada stenosis bilateral arteri renalis.

Diuretika, bertujuan mengatasi retensi cairan sehingga mengurangi beban volume sirkulasi yang menghambat kerja jantung.  Yang paling banyak dipakai untuk terapi gagal jantung kongestif dari golongan ini adalah Furosemid.  Pada usia lanjut seringkali sudah ada penurunan faal ginjal dimana furosemid kurang efektif dan pada keadaan ini dapat ditambahkan metolazone.  Pada pemberian diuretika harus diawasi kadar kalium darah karena diuresis akibat furosemid selalu disertai keluarnya kalium.  Pada keadaan hipokalsemia mudah terjadi gangguan irama jantung.

Obat-obatan inotropik, seperti digoksin diberikan pada kasus gagal jantung untuk memperbaiki kontraksi ventrikel.  Dosis digoksin juga harus disesuaikan dengn besarnya clearance kreatinin pasien.  Obat-obat inotropik positif lainnya adalah dopamine (5-10 Ugr/kg/min) yang dipakai bila tekanan darah kurang dari 90 mmHg.  Bila tekanan darah sudah diatas 90 mmHg dapat ditambahkan dobutamin (5-20 Ugr/kg/min).  Bila tekanan darah sudah diatas 110 mmHg, dosis dopamin dan dobutamin diturunkan bertahap sampai dihentikan.

Spironolakton, dipakai sebagai terapi gagal jantung kongestif dengan fraksi ejeksi yang rendah, bila walau sudah diterapi dengan diuretik, ACE-I dan digoksin tidak menunjukkan perbaikan.  Dosis 25 mg/hari dan ini terbukti menurunkan angka mortalitas gagal jantung sebanyak 25%.

Gagal jantung dengan disfungsi diastolik

Pada usia lanjut lebih sering terdapat gagal jantung dengan disfungsi diastolik.  Untuk mengatasi gagal jantung diastolik dapat dengan cara:
  • Memperbaiki sirkulasi koroner dalam mengatasi iskemia miokard (pada kasus PJK)
  • Pengendalian tekanan darah pada hipertensi untuk mencegah hipertrofi miokard ventrikel kiri dalam jangka panjang.
  • Pengobatan agresif terhadap penyakit komorbid terutama yang memperberat beban sirkulasi darah, seperti anemia, gangguan faal ginjal dan beberapa penyakit metabolik seperti Diabetes Mellitus.
  • Upaya memperbaiki gangguan irama jantung agar terpelihara fungsi sistolik atrium dalam rangka pengisian diastolik ventrikel.

Obat-obat yang digunakan antara lain:
  1. Antagonis kalsium, untuk memperbaiki relaksasi miokard dan menimbulkan vasodilatasi koroner.
  2. Beta bloker, untuk mengatasi takikardia dan memperbaiki pengisian ventrikel.  
  3. Diuretika, untuk gagal jantung disertai udem paru akibat disfungsi diastolik.  Bila tanda udem paru sudah hilang, maka pemberian diuretika harus hati-hati agar jangan sampai terjadi hipovolemia dimana pengisian ventrikel berkurang sehingga curah jantung dan tekanan darah menurun.

Pemberian antagonis kalsium dan beta bloker harus diperhatikan karena keduanya dapat menurunkan kontraktilitas miokard sehingga memperberat kegagalan jantung.

Cardiac Resynchronisation Therapy

Untuk CHF dengan kelainan konduksi (Left bundle branch block) dapat dilakukan operasi implantasi alat biventricular-pacing untuk mengatasi dissinkronisasi ventrikelnya.  Tapi hal ini juga malah dapat menyebabkan arrhytmia-induced sudden death.  Oleh karena itu dipakai kombinasi dari alat biventricular-pacing dan cardioverter defibrillation.
 

 Transplantasi jantung
Transplantasi jantung dilakukan pada pasien CHF yang bila tanpa operasi akan meninggal dalam waktu beberapa minggu.  Umumnya dilakukan pada pasien lansia yang kurang dari 65 tahun, yang tidak memiliki masalah kesehatan yang serius lainnya.  Lebih dari 75% pasien transplantasi jantung hidup lebih lama dari 2 tahun sesudah operasinya.  Sebagian bahkan dapat hidup sampai lebih dari 12 tahun.

Walaupun begitu, operasi transplantasi jantung merupakan suatu operasi besar yang sangat sulit dan banyak persyaratannya, mengingat :
  • Perlunya organ donor yang sesuai.
  • Prosedur operasinya sendiri yang sangat rumit dan traumatik.
  • Perlu adanya pusat spesialis.
  • Perlunya obat-obatan imunosupressan setelah operasi untuk mengurangi risiko penolakan organ oleh tubuh.
  • Beberapa kasus timbul antibodi yang menyerang bagian dalam dari arteri koronaria dalam waktu kira-kira setahun setelah operasi.  Masalah ini tidak ada  pengobatannya dan dapat berakhir dengan serangan jantung yang fatal.
Prognosis

Prognosis CHF tergantung dari derajat disfungsi miokardium.  Menurut New York Heart Assosiation, CHF kelas I-III didapatkan mortalitas 1 dan 5 tahun masing-masing 25% dab 52%.  Sedangkan kelas IV mortalitas 1 tahun adalah sekitar 40%-50%. 

Sekian dulu postingan saya yang berjudul Sekilas Tentang Penyakit Jantung, semoga bermanfaat.

beri komentar anda tentang blog ini
EmoticonEmoticon